Magelang- Jargon Empat Pilar Kebangsaan yang
gagasannya diintroduksi MPR RI, banyak dipersoalkan berbagai kalangan. Gagasan
Empat Pilar Kebangsaan yang menggeser kedudukan Pancasila dari dasar negara
menjadi salah satu pilar kebangsaan selain UUD 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal
Ika tidak didasarkan pada kajian historis, yuridis, sosiologis dan bahkan
epistimologis. Kelemahan metodologi gagasan Empat Pilar Kebangsaan inilah yang
menjadi pangkal utama penolakan terhadap konsepsi Empat Pilar Kebangsaan
tersebut.(Senin 15/2)
Kegiatan
sosialisasi tersebut diselenggarakan di Aula Kecamatan Salam yang dihadiri oleh
Humanita, S.Sos, wakil Bupati Magelang, Pabung Kodim 0705/Magelang Mayor Inf
Suratman, Danramil 17/Salam Kapten Arm Ahmad Syakir dan undangan dari
Kesbangpol Kabupaten Magelang.
Mayor Inf Suratman
menyampaikan "Bahwa pembenaran yang digunakan oleh MPR RI dalam penggunaan
kosa kata pilar untuk Pancasila, yang hanya berdasar pada Kamus Besar Bahasa
Indonesia– yang juga memberikan arti dasar–sejatinya merupakan simplifikasi.
Sangat naif jika MPR RI hanya menyederhanakan ideologi negara berdasar
referensi Kamus Besar Bahasa Indonesia, dengan mengabaikan pendekatan historis,
yuridis, sosiologis dan bahkan pemaknaan arti kata yang bertentangan dengan
filsafat bahasa. Karenanya, kekhawatiran bahwa penggeseran dasar negara
Pancasila hanya sekedar menjadi pilar kebangsaan, sungguh sangat beralasan.
Pertanyaannya, jika dasar negara digeser menjadi salah satu pilar kebangsaan,
lalu paham apa yang akan dijadikan dasar negara?"tandasnya.
Memang perlu
penguatan kajian akademik untuk membahasakan konsep Empat Konsensus Dasar
Bangsa tersebut. Barangkali agar tidak kehilangan energi yang kontra-produktif,
MPR RI harus berani mengoreksi gagasan Empat Pilar Kebangsaan. Konsep Empat
Konsensus Dasar Bangsa dapat menjadi alternatif pengganti gagasan Empat Pilar
Kebagsaan, melalui serangkaian kajian para pemangku kepentingan"demikian
Mayor Inf Suratman mengkhiri penjelasannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar